PENTINGNYA 4
(EMPAT) PILAR KEBANGSAAN DALAM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Empat pilar kebangsaan yaitu: Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka
Tunggal Ika akhir-akhir ini menjadi pembicaraan publik. Harus
diakui, tidak banyak pembicaraan di kalangan publik tentang keempat pilar itu
sepanjang masa demokrasi dan kebebasan sejak 1998. Jika ada, diskusi publik
tentang keempat pilar itu, maka ia hilang-hilang timbul untuk kemudian seolah
lenyap tanpa bekas. Tidak ada upaya tindak lanjut sistematis dari pemerintah
khususnya untuk merevitalisasi, menyosialisasikan, dan menanamkan kembali
keempat pilar itu dalam kehidupan kebangsaan-kenegaraan. Akibatnya, sepanjang
reformasi politik yang bermula pada tahun 1998, negara-bangsa Indonesia hampir
tidak pernah putus dipenuhi gagasan, wacana, gerakan, dan aksi yang secara
diametral bertolak belakang dengan keempat pilar tersebut.
Telah lebih dari satu dasawarsa reformasi telah
dijalani rakyat Indonesia, namun semakin hari wajah bangsa makin terlihat muram
dan suram. Dibidang penegakan hukum, kita melihat kebobrokan yang sedemikian
rupa yang menyentuh rasa keadilan yang paling mendasar. Hukum
yang dicitakan berlaku sama (equal) terhadap semua warga negara dan
termasuk pejabat negara sebagai esensi paham negara hukum (rule of law)
sebagaimana diamanatkan konstitusi terlihat-terbukti diterapkan secara
diskriminatif, tebang pilih. Bukannya memberi perlindungan dan pengayoman,
hukum lebih terlihat berwajah keras terhadap mereka yang rawan, dan amat ramah
terhadap mereka yang mapan. Terpidana yang menikmati fasilitas penuh
kemewahan seperti dinikmati oleh Arthalita Suryani, sementara di tempat lain di
Banyumas, seorang narapidana meregang nyawa dihabisi oleh petugas lembaga
pemasyarakatan adalah contoh nyata bagaimana implementasi dan perlindungan
hukum di lapangan amatlah diskriminatif.
Berbagai fenomena diatas hanyalah sebahagian kecil
dari kompleksnya permasalahan bangsa di tengah arus globalisasi dunia. Menjadi
menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana pentingnya empat pilar
kebangsaan yakni: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dalam menopang kehidupan berbangsa
dan bernegara? Bagaimana hukum seharusnya didayagunakan dalam
konteks keempat pilar tersebut. Tulisan ini akan mencoba menjawab secara
ringkas permasalahan tersebut di atas dalam perspektif hukum agar Negara
Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan
Pembukaan UUD 1945 tetap berdiri kokoh.
B. Pancasila
Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pengertian ini sering juga
disebut way of life. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai
petunjuk hidup sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam hidup sehari-hari).
Dengan perkataan lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan
atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa
semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai
dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauung
selalu merupakan suatu kesatuan, tidak bias dipisah-pisahkan satu dengan yang
lain. Keseluruhan sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan (sebagai
manifestasi/perwujudan dari sila ketuhanan yang maha esa), jiwa yang
berperikemanusiaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kemanusiaan yang
adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila
persatuan Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan social
(sebagai manifestasi/perwujudan dari sila keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak/perbuatan
serta sikap hidup seluruh Bangsa Indonesia.[3]
Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang
tinggi. Oleh karena itu, pengertian-pengertian yang berhubungan dengan
pancasila dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
3.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
4. Pancasila
sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
5. Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara
Republik Indonesia.
6. Pancasila
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
7. Pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
8. Pancasila
sebagagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.
C. Undang-Undang
Dasar 1945 Sebagai Kontrak Sosial dan Hukum Tertinggi.
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, segala
dinamika kekuasaan, hubungan antar cabang kekuasaan, mekanisme hubungan antara
negara, civil society, diikat dan tersimpul dalam suatu dokumen yang disepakati
sebagai sumber hukum tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan mendasar. Sejak kemerdekaan,
bangsa kita telah menetapkan 8 kali undang-undang dasar, yaitu (1) UUD 1945,
(2) Konstitusi RIS 1949, (3) UUDS 1950, (4) UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959,
(5) Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999, (6) Perubahan Kedua tahun 2000, (7)
Perubahan Ketiga tahun 2001, dan (8) Perubahan Keempat pada tahun 2002, dengan
nama yang dipertegas, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Di samping UUD 1945 sebagai konstitusi yang
tertulis, dalam teori dan praktik, dikenal juga adanya pengertian mengenai
konstitusi yang tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan dan konvensi
ketatanegaraan, interpretasi konstitusional oleh pengadilan (dalam hal ini
Mahkamah Konstitusi), dan prinsip-prinsip kenegaraan yang hidup dan dipandang
ideal dalam masyarakat. Misalnya, ada pengertian yang hidup dalam masyarakat
kita bahwa empat pilar kebangsaan Indonesia yang mencakup (1) Pancasila, (2)
UUD 1945, (3) NKRI, dan (4) Semboyan Bhinneka-Tunggal-Ika. Karena itu, keempat
pilar tersebut juga dapat dipandang berlaku sebagai isi konstitusi Indonesia
dalam pengertiannya yang tidak tertulis. Maksudnya, UUD 1945 sendiri tidak
menyebut bahwa keempat hal tersebut merupakan pilar kebangsaan, kecuali dalam
Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan bahwa mengenai bentuk NKRI tidak dapat
diadakan perubahan sama sekali.
UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, tidak saja
dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi, dan bahkan sosial.
Karena itu, UUD 1945 merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan
sekaligus konstitusi sosial. UUD 1945 adalah konstitusi yang harus dijadikan
referensi tertinggi dalam dinamika kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan
dalam dinamika ekonomi pasar (market economy). Di samping soal-soal
politik, UUD 1945 juga mengatur tentang sosial-soal ekonomi dan sosial atau
yang terkait dengan keduanya, yaitu (1) hal keuangan negara, seperti kebijakan
keuangan (moneter) dan fiskal, (2) bank sentral, (3) soal Badan Pemeriksa
Keuangan Negara hal kebijakan pengelolaan dan pemeriksaan tanggungjawab keuangan
negara, (4) soal perekonomian nasional, seperti mengenai prinsip-prinsip hak
ekonomi, konsep kepemilikan pribadi dan kepemilikan kolektif, serta penguasaan
negara atas kekayaan sumberdaya alam yang penting dan menyangkut hajat hidup
orang banyak, serta (6) mengenai kesejahteraan sosial, seperti sistem jaminan
sosial, pelayanan umum dan pelayanan kesehatan, dan pemeliharaan fakir, miskin,
dan anak terlantar oleh negara.
Oleh karena itu, UUD 1945 haruslah dijadikan
referensi tertinggi dalam merumuskan setiap kebijakan kenegaraan dan
pemerintahan di semua bidang dan sektor. Lagi pula, sekarang kita
telah membentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji konstitusionalitas
setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu,
para anggota DPR sebagai anggota lembaga yang bertindak sebagai policy maker,
pembentuk undang-undang, perlu menghayati tugasnya dengan berpedoman kepada UUD
1945.[4]
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
hukum yang tertinggi memuat gambaran dan hasrat ketatanegaraan republik
Indonesia serta gambaran kerangka ketatanegaraan itu serta menentukan tujuan
dan garis-garis pokok kebijaksanaan pemerintahan[5]
sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan lembaga-lembaga negara maupun
antar lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.
D. NKRI
Sebagai Negara Nasional (Negara Kebangsaan, Nation State).
Asas normatif filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara
Pancasila. Filsafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung),
diakui juga sebagai jiwa bangsa (Volksgeist, jatidiri nasional)
Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secara konstitusional
dan institusional ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai nation state.
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan
kultural negara kebangsaan (nation state) adalah peningkatan secara
kenegaraan dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada
karakteristika dan integritas keluarga yang manunggal; sehingga rukun,
utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong. Jadi, nation
state Indonesia adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari
rakyat warga negara Indonesia se-nusantara.
Identitas demikian ditegakkan dalam nation state
NKRI yang dijiwai asas kekeluargaan, asas kebangsaan (Wawasan Nasional:
sila ketiga Pancasila) dan ditegakkan dengan semangat asas wawasan nusantara.
Karenanya, secara normatif integritas NKRI kuat, tegak tegar menghadapi
berbagai tantangan nasional dan global.
Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan
kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai fundamental
dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai
sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara
konstitusional dalam UUD 1945. NKRI sebagai nation state membuktikan
bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan nasional Indonesia raya
yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai tantangan nasional dan global.
E. Bhineka
Tunggal Ika Sebagai Pembentuk Jati Diri Bangsa.
Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, para
pendiri bangsa mencantumkan kalimat ”Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan
pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah
Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto
pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin
Sutasoma, karya Mpu Tantular:
Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,
bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,
mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
bhinnêka
tunggal ika tan hana dharmma mangrwa
Terjemahan:
Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang
berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas
pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu
jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada
kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).[6]
Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan
kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal
Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu
hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh
dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.
Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting
dalam sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo
(2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928
secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang
terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari
oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata
sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan
peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para
pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya
sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu,
bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu
itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide
kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme.
Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh,
yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda
adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah
mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan
persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.[7]
Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan
oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia
tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar
Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya
untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh.
Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya
bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang
berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari
orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan
tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia.
Yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat
kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini
dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah
mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin
besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia,
meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan
dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang
mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta
proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh
dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri daerah
sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa.
F. Penutup.
Tegaknya NKRI pada akhirnya berpulang pada apakah kita masih menggunakan
empat pilar kebangsaan. Pembangunan hukum oleh karenanya haruslah dalam asas
yang berkesesuaian dengan empat pilar kebangsaan tersebut, yang bernafaskan
Pancasila, yang konstitusional, dalam kerangka NKRI, dan untuk menjamin
keanekaragaman budaya, suku bangsa dan agama. Jika salah satu foundasi itu
tidak dijadikan pegangan, maka akan goyahlah negara Indonesia. Jika penopang
yang satu tak kuat, maka akan berpengaruh pada pilar yang lain. Pada akhirnya
bukan tak mungkin Indonesia akan ambruk, sesuatu yang tentu tak diinginkan.
DAFTAR BACAAN
Darji Darmodiharjo, dkk, Santiaji Pancasila, Surabaya: Penerbit
Usaha Nasional, 1991.
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, Jakarta: Gramedia, 2007.
--------, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga-Lembaga Negara Pasca
Reformasi, Jakarta: MKRI, 2007.
Mpu Tantular. Kakawin Sutasoma. Penerjemah: Dwi Woro Retno Mastuti
dan Hastho Bramantyo. 2009: 504-505.
M. Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Bandung: Penerbit Mandar Maju,
2008.
Tjahjopurnomo S.J. ―Sumpah Palapa dan Sumpah Pemuda: Beberapa Catatan
tentang Persatuan,. Makalah disampaikan pada Seminar Buku Langka sebagai
Sumber Kajian Kebudayaan Indonesia, di Auditorium Perpustakaan Nasional RI,
Jl. Salemba Raya No. 28 A, J
Best Casinos in Las Vegas, NV | Mapyro
BalasHapusLas Vegas casinos & lounges. Enjoy a 파주 출장마사지 luxury Las Vegas experience that งานออนไลน์ will keep you at the top of your 충청북도 출장마사지 game 대전광역 출장샵 all the time. 화성 출장샵